Jumat, September 02, 2011

Terkait Gelar Raja Arab, Rektor UI Meminta Maaf

JAKARTA, M86 - Langkah Universitas Indonesia (UI) memberikan gelar doktor honoris causa bidang kemanusiaan dan ilmu pengetahuan teknologi kepada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Azis menuai kecaman. Rektor UI Gumilar Rosliwa Soemantri pun akhirnya meminta maaf kepada masyarakat atas ketidaknyamanan akibat pemberian gelar tersebut.

“Kami mohon maaf jika momentum ini kurang pas dan menyakiti banyak pihak,” kata Gumilar seperti dilansir dari situs berita nasional, Jumat (2/9).

Gumilar menyadari momentum pemberian gelar itu kurang tepat karena bersamaan dengan tragedi yang dialami TKI. " Saya sungguh menyadari bahwa momentum pemberian gelar itu kurang tepat, yaitu setelah pemancungan Ibu Ruyati." kata Gumilar. "Saya minta maaf atas itu.”

Pemberian gelar yang jadi kontroversi itu dilakukan Rektor UI langsung di Istana Al Safa, Minggu (21/8) lalu. Dalam penjelasannya ke media sebelum acara itu, gelar Doktor Honoris Causa itu diberikan karena Raja Abdullah dinilai memberikan perhatian lebih pada perkembangan kemanusiaan dan iptek. Selain juga menjadikan Saudi sebagai pusat peradaban Islam moderat.

Namun langkah Rektor UI itu justru dikecam sejumlah pihak. Termasuk dari kalangan civitas akademika kampus itu. Guru besar sosiologi UI Thamrin Amal Tamagola menyatakan mengutuk keras tindakan Rektor UI tersebut. Thamrin bahkan menyatakan akan menggalang sejumlah dukungan untuk menggulingkan Gumilar dari kursi Rektor. "Kalau kita lihat dari kebijakannya selama dua tahun belakangan ini, he must go out," kata Thamrin di DPR, Jumat (26/8) lalu.

Thamrin mengatakan kebijakan Gumilar memberikan gelar itu ke Raja Arab hanyalah puncak dari kebijakannya yang tak sesuai dengan tradisi UI. Kebijakan ini dinilai membuat dosen dan guru besar UI berang. “Profesor Emil Salim saja sampai marah besar begitu tahu ini,” ujarnya.

Misalnya, kata Thamrin, Gumilar memerintahkan pengamanan berlebihan UI dengan membubarkan aksi damai mahasiswa dengan cara kekerasan. “Jadi ada 20-an mahasiswa yang terluka dan masuk rumah sakit karena digebuki sekitar 200-an satpam UI sekitar 10 hari lalu,” ujarnya. "Padahal para mahasiswa itu hanya menggelar aksi damai terkait ongkos kuliah yang semakin mahal.“

Meski begitu, kata Thamrin, Gumilar sebenarnya merupakan orang yang cerdas dan pekerja keras. “Namun kalau sudah ada maunya, dia akan melakukan segala cara agar terwujud,” katanya. Thamrin mengaku turut bertanggung jawab atas tindakan Gumilar karena menurutnya Rektor UI tersebut masih terhitung muridnya. “Sewaktu saya pulang ngambil Phd dulu, dia ini baru lulus sarjana,” ujarnya.

Karena itu, Thamrin mengatakan secara internal ia dan beberapa dosen lainnya akan menggalang dukungan untuk meminta Majelis Wali Amanat UI mencopot Gumilar dari jabatannya. “Kami akan minta pertanggungjawabannya dan supaya dia dicopot,” ujarnya.

Dalam percakapannya kepada Tempo, Gumilar mengaku tak khawatir dengan ancaman penggulingan dirinya. Menurut dia, wacana yang digulirkan itu adalah sesuatu yang wajar dalam politik di kampus. “Kami memahaminya sebagai sebuah perbedaan pendapat," ujarnya. "Dalam demokrasi, apalagi ini di kampus, perbedaan itu aset dan itu wajar.”

Atas wacana itu, Gumilar menyatakan belum merencanakan bertemu dengan pihak-pihak yang merencanakannya. Sebab, dirinya baru saja kembali dari Arab Saudi untuk memberikan gelar kepada Raja Arab yang kini menjadi polemik.

Gumilar menjelaskan, UI sama sekali tidak berniat menyinggung perasaan keluarga Ruyati ataupun rakyat Indonesia pada umumnya. Gumilar mengungkapkan proses seleksi, pengkajian, dan penetapan Raja Arab Saudi sebagai penerima gelar Doktor Honoris Causa sebetulnya sudah berlangsung tiga tahun lalu, jauh sebelun kasus Ruyati terjadi.

“Prosesnya sudah lama. Tapi gelar itu belum diberikan lantaran Raja Saudi sakit-sakitan terus,” ujar Gumilar. Baru belakangan ini Raja Saudi menjawab bisa menerima langsung gelar tersebut. “Waktu pemberian penghargaan, pihak Raja Saudi sendiri yang menentukan,” ucapnya.

Tidak dilibatkannya pihak yang kini memprotes pemberian gelar itu, Gumilar menyebut tidak mungkin seluruh pihak civitas akademika mendapatkan pemberitahuan. ”Bukan berarti lantas seluruh dosen dan karyawan yang jumlahnya 6.000 itu terlibat, kan sudah ada panitianya. Itu sudah cukup transparan dan akuntabel,” tuturnya. (tif/cok)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails